top of page
Search

Sharing Session PEBOSS 10: Etika Profesi Tenaga Medis suatu Kontroversi

Writer's picture: PEBOSS PPM - PrisaptaPEBOSS PPM - Prisapta

dr. Hadisudjono Sastrosatomo, Sp.M., salah satu anggota Tim Pengarah PEBOSS, berkenan membagikan pengalaman praktik etika di profesi tenaga kesehatan

Pada hari Senin tanggal 21 Oktober 2019, Pusat Etika dan Budaya Organisasi Soedarpo Sastrosatomo (PEBOSS) menyelenggarakan sharing session yang ke 10. Pada kali ini menghadirkan dr. Hadisudjono Sastrosatomo, Sp.M., dokter spesialis mata yang bekerja dan menjabat Komisaris Utama di PT JECMI(JEC Medika Indonesia). Pengalaman terkait etika profesi medis terasah karena beliau juga merupakan anggota tim etik di tempat yang sama. Acara ini dihadiri juga oleh Anugerah Pekerti (penggagas PEBOSS), Iman Rahman Sastrosatomo , Bramantyo Djohanputro ( anggota tim pengarah PEBOSS), Rosmerry Evelita, dr. Sarah (PT Samudera Indonesia) dan karyawan PPM Manajemen.


Dalam pemaparannya Pak Hadi melihat etika sebagai panduan orang untuk berperilaku benar atau salah, dipergunakan juga di dunia kesehatan. Tentu saja dengan standar dan cakupan yang berbeda. Etika medis dikaitkan dengan permasalahan yang khusus, biasanya kasus klinis dan menggunakan tata nilai, fakta dan logika untuk menangani serta menghasilkan tindakan yang sebaiknya diambil.


Di dalam dunia medis dikenal 4 prinsip etika inti yang mendasari, yaitu autonomy, beneficence, non-maleficence, dan justice. Dalam prinsip autonomy, pasien memiliki otonomi penuh, sehingga atas tindakan medis yang akan diambil wewenang tertinggi boleh atau tidak tindakan tersebut berada di tangan pasien. Beneficence artinya tindakan terbaik, dimana tenaga medis wajib menerapkan tindakan yang menguntungkan klien dan menghindari tindakan yang merugikan klien. Sedangkan non-maleficence artinya melakukan tindakan untuk "tidak membahayakan" atau "tidak merugikan", membahayakan dalam hal ini dapat berarti dengan sengaja menyebabkan kerusakan, menempatkan seseorang dalam bahaya, ataupun secara tidak sengaja menyebabkan kerusakan. Pada prinsip justice didasarkan pada konsep keadilan. dalam hal ini tenaga medis melibatkan perlakuan yang sama dan adil terhadap setiap individu, kecuali jika ada pembenaran atas perlakuan yang tidak setara.


Disamping ke-empat prinsip etika di atas, tenaga medis mengedepankan kejujuran bertutur, transparansi, penghormatan kepada pasien & keluarga, dan penghormatan pada nilai yang diyakini pasien.


Layanan medis merupakan rangkaian proses berpikir dan ketrampilan, sehingga dalam prosesnya terbuka kemungkinan konflik akibat perbedaan pengetahuan antara pasien dan dokter yang terlibat. Masalah miskomunikasi seperti ini perlu diselesaikan dengan mengedepankan prinsip etika kedokteran. Di Indonesia telah diundangkan Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI) yang dibuat untuk menjadi pegangan bagi dokter dan tenaga medis di Indonesia.


Seperti kita ketahui pihak yang terlibat dalam layanan kesehatan adalah dokter, pesien, perusahaan farmasi, peralatan/perlengkapan medis dan perusahaan asuransi. Dalam berinteraksi idealnya selaras dengan kode etik, namun dalam kenyataannya tidak bisa dipungkiri terdapat pelanggaran kode etik dalam layanan kesehatan di Indonesia. Yang paling mengemuka adalah perusahaan farmasi yang memberikan "fasilitas" kepada dokter supaya obat mereka dikenal dan diresepkan. Atau perusahaan asuransi yang minta riwayat penyakit dari pasien kepada dokter.


Di era maraknya pemakaian sosial media di masyarakat, potensi pelanggaran etika makin terbuka. Misalnya perusahaan farmasi menayangkan informasi mengenai pengobatan di media-sosial. Tidak mudah bagi kita untuk melihat itu edukasi publik atau iklan yang melanggar kode etik. Viralnya atas informasi yang tidak benar tentang praktik layanan kesehatan tidak bisa dipungkiri merupakan dampak dari sosial media. Hal itu sulit dihindari dan berpotensi melukai banyak orang. Kasus Prita dengan Rumah Sakit Omni dapat menjadi pembelajaran. Ketika suatu kasus malapraktik diceritakan di sosial media dan menjadi viral dan merugikan pasien dan rumah sakit.


Kesalahan yang mencederai pasien akibat kelalaian dan pengabaian oleh tenaga medis kita kenal sebagai malapraktik. Untuk dapat dikategorikan sebagai malapraktik, suatu layanan kesehatan harus memenuhi karakteristik berikut: terdapat pelanggaran standar pelayanan, pengabaian, dan cedera yang signifikan. Sehingga tidak semua kegagalan layanan medis dapat disebut malapraktik. Peluang konflik perbedaan persepsi antara dokter dengan pasien dan/atau keluarganya akan selalu ada pada layanan kesehatan. Jika terjadi pelanggaran akan selalu sulit bagi pengelola untuk menilai sebagai pelanggaran etika atau malapraktik. Di beberapa institusi layanan kesehatan dibentuk komite etika medis contohnya di jaringan Rumah Sakit Mata Jakarta Eye Center, dimana pak Hadi sebagai ketuanya. Selain pembentukan komite diperlukan instrumen lain sebagai pedoman dalam menjalankan layanan.


Serangkaian instrumen kebijakan disususn untuk melindungi dokter dan pasien yaitu: standar perawatan pasien, perlindungan istimewa kepada profesi dokter dan mandatnya, penyusunan standar etika dan pembentukan sub-komite medis. Dengan menjalankan layanan sesuai standar perawatan dan standar etika harapannya layanan kesehatan berlangsung baik dan etis, serta terhindar dari malapraktik yang merugikan. Dan jika terdapat penyimpangan dan pelanggaran yang merugikan, sub-komite medis dapat menyelidiki, membahas dan memutuskannya sebagai pelanggaran etis atau malapraktik.


Setelah selesai membagikan pengetahuan dan pengalamannya, Pak Hadi menerima piagam penghargaan dari PEBOSS-PPM Manajemen yang diwakili oleh Pak Bramantyo Djohanputro. Selanjutnya diadakan foto bersama seluruh peserta yang menghadiri sharing session PEBOSS kali ini. (SAP)



Pak Hadi menerima piagam penghargaan dari PEBOSS-PPM Manajemen yang diwakili oleh Pak Bramantyo Djohanputro

Peserta Sharing Session PEBOSS berfoto bersama dengan penyaji, dari kiri ke kanan: Wahyudi Wibowo, Pepey R. Kurnia, Julianita KS,Siti Fsdhilah, Hari Prasetyo, Bramantyo Dhohanputro, Anugerah Pekerti, dr. Hadisudjono S., Rosmerry Evelita, dr. Sarah, Erlinda Nusron Yunus, Kartika Yuniarti, Prisapta, Fitriyani, dan Yunita Andi Kemalasari.

69 views0 comments

Comentarios


Daftar dan anda akan update terkait PEBOSS!
  • Grey Google+ Icon
  • Grey Twitter Icon
  • Grey LinkedIn Icon
  • Grey Facebook Icon

© 2023 by Talking Business.  Proudly created with ADVANWix.com

bottom of page