
Muchlis Hamdi
(Staf Khusus Bidang Pemerintahan Kementerian Dalam Negeri)
Kemajuan suatu negara dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakatnya lazimnya ditopang oleh pertumbuhan ekonomi yang dewasa ini menunjukkan besarnya peran sektor bisnis, sebagai mesin pertumbuhan dan penyumbang corak pembangunan. Institusi bisnis yang berciri kompetitif, kreatif dan inovatif, secara tak terhindarkan, memberi warna pada aspirasi yang dipertimbangkan dalam kebijakan pembangunan nasional. Sejalan dengan itu, perkembangan manajemen bisnis mengindikasikan terdorongnya bisnis untuk kembali mendefinisikan kepatutan usaha berkenaan dengan proporsionalitas antara keuntungan (profit) dan kebajikan (virtue). Dalam dimensi memaksimalkan keuntungan yang diperoleh, bisnis mengembangkan good corporate governance yang banyak mencerminkan nilai-nilai positif seperti: integritas, kejujuran, adaptif, inovatif, dan pengembangan teknologi; yang semuanya ditujukan untuk memberikan kepastian bagi tercapainya efisiensi yang sering kali didefinisikan sebagai pencapaian hasil paling maksimal dengan biaya paling minimal.
Kehadiran pandemi Covid-19 yang melanda semua kawasan dunia menjadi tantangan sekaligus peluang bagi bisnis untuk berkontribusi dalam penyelenggaraan pembangunan nasional. Kebijakan yang harus dipilih oleh pemerintah, yakni apakah fokus sepenuhnya pada penanganan kesehatan, atau berjalan beriringan dengan tetap memelihara kapasitas pemulihan ekonomi merupakan pilihan sulit. Bagi dunia usaha, apapun kebijakan yang telah ditetapkan oleh pemerintah tentu saja akan direspon sepadan, dengan pilihan kebijakan perusahaan yang juga tidak gampang. Itu sebabnya, dalam masa pandemi Covid-19 sekarang, etika bisnis kembali menjadi determinan, serta pengakomodasiannya semakin tak terhindarkan dalam kelangsungan hidup bisnis. Relasi antara profit dan virtue dapat berubah dari corak kontinum menjadi suatu dikotomi. Bersamaan dengan itu, terjadinya konflik, atau paling tidak, dilema etik, mungkin tak terhindarkan lagi dalam setiap proses pengambilan keputusan bisnis.
Menghadapi suasana dilematik pilihan antara keuntungan dan kebajikan, kepemimpinan bisnis menjadi taruhan dan jaminan penyelesaiannya. Untuk itu, diperlukan para pemimpin bisnis dengan kompetensi yang handal sekaligus berorientasi survival untuk jangka panjang. Pemimpin bisnis yang demikian itulah yang diharapkan dapat memiliki keputusan tepat untuk keluar dari semua hambatan dan tantangan, di masa normal dan lebih-lebih lagi di masa bencana.
Ke depan, semakin diharapkan berkembangnya etika bisnis dan penerapannya, yang paling tidak mengilustrasikan terus berkembangnya keselarasan antara kemajuan perusahaan dan kontribusi bagi kesejahteraan lingkungan eksternalnya. Etika bisnis yang berkaitan dengan aspek kepatutan nilai-nilai perusahaan hendaknya semakin dapat digunakan untuk memahami kompleksitas persoalan yang dapat terjadi di semua level dan kelompok perusahaan. Hal yang menggembirakan saat sekarang adalah besarnya peran dunia usaha dalam penanganan pandemi Covid-19. Banyak perusahaan memberikan bantuan berupa masker, alat pelindung diri, dan hand sanitizer, baik melalui instansi pemerintah dan organisasi masyarakat maupun dengan terjun langsung ke tengah masyarakat. Kenyataan itu telah menunjukkan besarnya kedermawanan yang berkembang dalam dunia bisnis serta nilai baru bahwa keuntungan perusahaan tidak lagi semata-mata bersifat finansial, tetapi juga berupa kenyamanan yang dirasakan oleh lingkungan eksternal perusahaan.
Berkenaan dengan dukungan pengembangan usaha, Kementerian Dalam Negeri mendorong terbangunnya iklim bisnis yang semakin baik antara lain berupa kemudahan pelayanan perizinan berusaha di daerah, penyelesaian pengaturan batas daerah untuk memberikan kepastian lokasi dalam pemberian izin usaha, serta kerja sama dengan dunia usaha untuk penggunaan data kependudukan dalam memudahkan transaksi antara dunia usaha dan pelanggannya.
Comentários