top of page
  • Instagram
  • Whatsapp
  • LinkedIn Social Icon
Search

Nilai-nilai yang Membudaya

Writer's picture: PEBOSS PPM - PrisaptaPEBOSS PPM - Prisapta

Shanti Poesposoetjipto


Budaya suatu perusahaan tidak lepas dari falsafah dan visi yang dimiliki pendirinya. Budaya kerja profesional merupakan pengejawantahan nilai-nilai yang diyakini dalam membangun usaha yang kuat dan langgeng. Itulah yang ditanamkan Bapak Soedarpo Sastrosatomo, sejak awal membangun usahanya.


Perusahaan-perusahaan di bawah naungan Grup Samudera Indonesia sampai hari ini masih terus menghidupkan dan menghidupi nilai kejujuran, kepemimpinan yang beretika, dan berintegritas tinggi. Sebelum lebih jauh berbicara mengenai nilai dan budaya yang kami anut, perlu dipaparkan latar belakang Bapak Soedarpo, sepak terjang dan visinya serta bagaimana tangan dingin beliau membuahkan perusahaan-perusahaan yang ajeg dan bertahan kuat di dunia usaha hingga saat ini.


Profesionalisme: Kepribadian Bapak Soedarpo


Bapak Soedarpo adalah seorang visioner yang pemikirannya sering jauh ke depan. Lahir dari keluarga Jawa, beliau dididik dengan nilai-nilai dan budaya Jawa. Namun nilai dan budaya Jawa itu, dilengkapi dengan intelektualitas dari pendidikan tinggi yang diraihnya. Perpaduan keduanya inilah yang membawanya pada prinsip-prinsip hidup yang progresif tanpa kehilangan nilai-nilai luhur yang sudah tertanam. Bapak Soedarpo termasuk sosok yang piawai dan luwes dalam bergaul karena empatinya yang tinggi dan sikapnya yang jujur menghargai teman maupun relasi usahanya. Tumbuh di jaman kemerdekaaan dan berkaca pada ayahnya, Bapak Sadeli Sastrosatomo, seorang aktivis gerakan Boedi Oetomo, tidak mengherankan kalau Bapak Soedarpo tumbuh sebagai pemuda dengan nasionalisme tinggi.


Pada usianya yang baru 28 tahun, Bapak Soedarpo sudah diminta ikut dalam delegasi Pemerintah Republik, saat memperjuangkan kedaulatan negara di Dewan Keamanan PBB. Kepribadiannya, pendidikannya, terutama penguasaan bahasa Inggris, Belanda, dan Perancis, membawa beliau pada penugasan untuk mempromosikan Indonesia di kancah internasional, khususnya di Amerika Serikat. Beliau bergaul dengan berbagai jurnalis setempat dan mendorong mereka untuk membuat tulisan-tulisan di media massa mengenai Indonesia. Peran ini terus disandangnya sampai menjadi salah satu diplomat Indonesia pertama sebagai Press Attache pada Kedutaan Besar Indonesia di Amerika Serikat. Di sanalah wawasan beliau semakin terbuka dan semakin jelas visinya untuk memajukan bangsa dan negara Indonesia. Setelah sekian tahun berkarya untuk pemerintah dan terakhir di Amerika, pada bulan Februari 1952, beliau memutuskan untuk kembali ke tanah air dan meninggalkan karirnya di pemerintahan. Beliau melihat begitu banyak kesempatan untuk memajukan Indonesia di luar lingkup pemerintahan. Berbekal pengalamannya yang ekstensif, wawasannya yang luas dan jejaring kuat yang dibinanya melalui pergaulannya dengan media Amerika, perusahaan-perusahaan, maupun sejumlah pengusaha dan politisi Amerika, beliau membawa keluarganya kembali pulang ke tanah air.


Selama tiga bulan di Indonesia, Bapak Soedarpo melihat banyaknya peluang bisnis di Indonesia. April 1952, beliau bekerja sebagai direktur pada Zorro Corporation milik Matthew Fox, warga negera Amerika. Zorro Corporation adalah pemegang franchise Remington Rand (perusahaan yang menjual mesin tik dan mesin kantor lainnya) dan Radio Corporation of America (RCA). Namun pemerintah Indonesia menetapkan bahwa produk luar negeri hanya bisa dijual oleh perusahaan lokal nasional.


Bulan Oktober 1952, Bapak Soedarpo keluar dari Zorro Corporation untuk mendirikan Soedarpo Corporation. Ketika beliau berhasil mendapatkan lisensi impor yang diperlukan, beliau mengambil alih hak distribusi Remington Rand dan RCA, dengan tetap berbagi komisi dengan Matthew Fox yang masih memegang franchise keduanya.


Bulan November 1952, atas anjuran Isthmian Lines, perusahaan pelayaran Amerika, Bapak Soedarpo membeli ISTA (Indonesian Shipping and Transport Agency). ISTA adalah perusahaan milik warga negera Belanda, yang mengageni Isthmian Lines di Indonesia. Setelah melalui negosiasi yang cukup alot, baru tahun berikutnya di bulan Maret, Bapak Soedarpo dan beberapa kawannya, berhasil menguasai 75% saham, sehingga beliau menduduki jabatan Managing Director ISTA. Itulah awal usaha Bapak Soedarpo dalam dunia perkapalan dan merupakan cikal bakal Samudera Indonesia. Kepemilikan ISTA semakin mantap setelah Bapak Soedarpo berhasil memperolah keagenan HAPAG LLOYD (perusahaan pelayaran Jerman), dan Tokyo Senpaku Kaisha (perusahaan pelayaran Jepang) di bulan Januari 1954.


Pada tahun 1958, ketika pemerintah Indonesia memutuskan hubungan diplomatik dengan pemerintah Belanda, Soedarpo Corporation mengambil alih lisensi distribusi Univac Computers dari perusahaan dagang Belanda, yang sejak sebelum pecah perang sudah menangani semua bisnis Remington Rand. Itulah awal mula usahanya di bidang komputer .


Tahun 1964 pemerintah menetapkan bahwa yang diperbolehkan mengageni perusahaan-perusahaan pelayaran asing, hanyalah perusahaan pelayaran nasional Indonesia. Dalam waktu 10 hari saja, Bapak Soedarpo dan kawan-kawan mendirikan Pelayaran Samudera Indonesia, tepatnya 13 November 1964.


Falsafah Bapak Soedarpo dalam mendirikan usahanya dari awal adalah menegakkan Tata Kelola dan Tata Laksana perusahaan, yang secara tegas memisahkan kepentingan pribadi dari kepentingan perusahaan, untuk menciptakan usaha yang kuat dan langgeng. Suatu hal yang tidak lazim dilakukan pengusaha pada jaman itu. Falsafah yang sekarang lebih dikenal dengan istilah profesionalisme, menjadi nilai utama yang dihidupi terus sampai sekarang di semua perusahaan dalam Grup Samudera Indonesia.


Kemandirian: DNA Keluarga Soedarpo


Kemandirian sudah ada dalam DNA keluarga Soedarpo yang dibawa secara turun-temurun. Ada 2 sosok penting dan kuat yang mewarisi karakter ini dalam keluarga Soedarpo.


Yang pertama adalah Raden Nganten Sarminah, ibu dari Bapak Soedarpo. Lahir dalam keluarga priayi, ayahnya adalah Asisten Wedana di Banyudono. Meskipun tidak mengecap pendidikan formal namun kemauannya yang keras, menjadikannya seorang pribadi yang berpengetahuan secara otodidak. Beliau belajar membaca dari kakak-kakaknya yang berpendidikan. Beliau menikah dengan Sadeli Sastrosatomo dan dikaruniai sembilan putra dan putri. Bapak Soedarpo Sastrosatomo adalah anak nomor tujuh. Ketika Bapak Soedarpo baru berusia 9 tahun, ayahnya meninggal dunia pada usia 45 tahun. Sebagai janda dengan delapan anak (putri yang satu telah wafat karena melahirkan), ibu Sarminah kembali ke Ngupit, desa suaminya, membesarkan semua anaknya di sana. Dari uang pensiun dan asuransi jiwa yang ditinggalkan suaminya, tidak cukup untuk menyekolahkan mereka. Maka Ibu Sarminah menyewa beberapa pohon kelapa yang ada di desa selama 1 hingga 2 tahun, lalu mempekerjakan 2 orang untuk memotong batok semua kelapa saat panen. Dengan cara ini beliau berhasil menjual banyak kelapa. Beliau juga membeli padi berkualitas pilihan sebelum panen dari petani yang umumnya membutuhkan uang. Lalu saat panen tiba, beliau mempekerjakan beberapa orang untuk menumbuk padi menjadi beras untuk kemudian dijual. Pada saat yang bersamaan, beliau membuka warung, menjual barang kelontong kebutuhan sehari-hari. Melalui usahanya itu, beliau bukan saja bisa bertahan hidup tetapi bisa menyekolahkan semua anaknya. Beliau juga mampu membeli tanah dan membangun rumah di desa Ngupit bahkan dalam perjalanan hidupnya kemudian, membeli rumah di kota Yogyakarta. Jelas ibu Sarminah adalah perempuan Jawa yang tangguh, mandiri dan dapat dikatakan memiliki jiwa entrepreuneur pada jamannya.


Semua anaknya mendapat pendidikan yang baik dan tinggi. Mereka sekolah HBS, kecuali Bapak Soedarpo dan salah satu kakaknya, yang sampai meraih pendidikan menengah MULO dan pendidikan tinggi AMSB di Yogyakarta. Bapak Soedarpo bahkan sampai berangkat ke Batavia untuk melanjutkan pendidikan di bidang kedokteran. Ketangguhan, kemandirian, kemampuannya berdagang, menurun dalam diri Bapak Soedarpo.


Sosok kedua adalah ibu Syarifah Nawawi, ibu dari Ibu Mien Soedarpo. Di jaman Belanda, Bukittinggi adalah salah satu kota yang memiliki sekolah Belanda mulai dari tingkat Sekolah Dasar (Europeesche Lagere School/ELS), Hollands Inlandesche School (HIS), tingkat Sekolah Menengah (MULO), sekolah pendidikan guru (Kweekschool), dan Sekolah Menengah Putri (de Meisjes Vervolg School).


Engku Nawawi, kakek dari ibu Mien Soedarpo adalah seorang guru Kweekschool. Suatu jabatan tertinggi yang bisa diraih seorang pribumi. Status sebagai guru bukan saja terpandang tetapi juga memberi penghasilan yang tinggi. Ini membawanya pada kesadaran dan keyakinan akan pentingnya pendidikan. Sebagai seorang guru, Engku Nawawi mempunyai hak untuk menyekolahkan anak-anaknya. Itu sebabnya sembilan anaknya semua disekolahkan. Dua putri tertua diberikan pendidikan privat di rumah, sementara selebihnya dikirim ke ELS, termasuk ibu Syarifah. Tidak berhenti di situ, setelah melewati tingkat ELS, beliau mengirim mereka ke Batavia untuk pendidikan lanjutan.


Ibu Syarifah Nawawi menjalani pendidikan ELS sampai selesai yaitu tujuh tahun. Ini pun luar biasa, bahwa seorang perempuan pada jaman itu, bisa mendapat akses pendidikan sekolah Belanda bahkan bergaul dalam lingkungan anak-anak Belanda, sampai di kemudian hari, mendapatkan status terpandang sebagai Kepala Sekolah de Meisjes Vervolg School, di Bukittinggi.


Tahun 1916, Ibu Syarifah Nawawi menikah dengan Bupati Bandung, R.A.A.M.Wiranatakoesoemah. Ini pun merupakan suatu hal yang tidak lazim terjadi pada jaman itu bahwa seorang perempuan Minang menikah dengan laki-laki dari seberang, dengan latar belakang budaya yang berbeda. Dari pernikahan ini, lahir 4 anak (anak kedua meninggal ketika masih berusia 3 tahun). Ibu Mien Soedarpo adalah yang bungsu.


Pada tahun 1924, Ibu Syarifah bercerai ketika usianya 27 tahun. Beliau kembali menetap di Bukittinggi dengan ketiga anaknya (7 tahun, 4 tahun dan bayi 3 bulan) lalu bekerja sebagai guru dan kemudian menjadi Kepala Sekolah pada Sekolah Keputrian. Beliau bertekad bahwa ketiga anaknya harus tumbuh menjadi orang-orang yang terdidik dan berpendidikan. Berbekal penghasilannya sebagai guru, dan keuletannya berjuang, bukan saja menyekolahkan ketiga anaknya, Beliau mampu membeli tanah dan membangun rumah di Bukittinggi. Ketika kemudian pindah ke Batavia, beliau membeli rumah di Jalam Pegangsaan Barat, wilayah elit Jakarta saat itu sampai sekarang. Sebagai anak yang dibesarkan tanpa sosok bapak, ibu Mien mengalami masa kecil yang bahagia dan tidak berkekurangan. Gigihnya Ibu Syarifah Nawawi membesarkan anak-anaknya, telah membentuk ibu Mien menjadi perempuan tangguh yang sangat menyadari pentingnya pendidikan, disiplin dan kemandirian.


Itulah dua sosok janda dari dua latar belakang berbeda namun memiliki kepribadian dan karakter yang sama yaitu tangguh, gigih, mandiri, berprinsip dalam memperjuangkan kehidupan dan menempatkan pendidikan sebagai keharusan untuk diberikan pada semua anak mereka. Karakter dan sifat di atas itulah yang menurun dan tertanam sebagai DNA pasangan Minarsih dan Soedarpo Sastrosatomo


DNA tersebut hidup dan terasa kental dalam semua perusahaan bapak Soedarpo. Beliau selalu mendorong agar setiap orang yang bekerja di lingkungan grup Samudera Indonesia, memiliki kemandirian yang teguh. Untuk itu beliau senantiasa membuka diri untuk mendengar, berdiskusi, memperlengkapi pimpinan dan karyawan dengan pengetahuan, pendidikan formal atau non-formal dan wawasan berbisnis. Semua itu diarahkan sesuai dengan kemampuan masing-masing dan diselaraskan dengan kebutuhan perusahaan. Dengan demikian pimpinan atau pun karyawan berkontribusi secara optimal, sekaligus menciptakan self-esteem bagi dirinya. Mereka bisa menjadi the best that they can be, as far as they want to be. Komunikasi terbuka dan dua arah menjadi hal yang selalu dilakukan, di semua jenjang posisi. Bapak Soedarpo menjadi sosok mentor yang disegani dan dikagumi. Model kepemimpinan beliau adalah tegas-berwibawa namun tidak meninggalkan sisi empatiknya dengan memberi pendampingan melalui coaching dan mentorship.


Pengawalan Etika Bisnis di Samudera Indonesia


Samudera Indonesia memiliki cakupan bisnis yang begitu luas di bidang transportasi dan logistik, dengan 107 entitas perusahaan yang tersebar di 55 wilayah operasional di Indonesia dan di luar negeri. Tentunya hal ini menjadi tantangan untuk menjadikan etika bisnis atau tata kelola Perusahaan yang baik, sebagai budaya bersama pada Samudera Indonesia dalam menjalankan usahanya.


Sejak Bapak Soedarpo masih memimpin Perusahaan, masalah etika bisnis sudah ditanamkan dengan baik, dan sampai saat ini perusahaan terus menanamkan dan memperbaiki budaya etika bisnis secara kontinyu. Dalam hal ini termasuk memperbaiki pedoman tata kelola perusahaan yang baik, dengan mengedepankan prinsip TARIF: Transparancy (keterbukaan), Accountability (akuntabilitas), Responsibility (tanggung jawab), Independency (kemandirian), Fairness (keadilan). Tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance) menjadi acuan dan komitmen seluruh pemangku kepentingan Perusahaan, baik dewan komisaris, jajaran direksi dan karyawan untuk melaksanakan etika bisnis yang baik di lingkungan Perusahaan.


Pelaksanaan etika bisnis yang baik dapat meningkatkan mekanisme check and balance untuk memperbaiki kinerja dan meningkatkan efisiensi operasional melalui pengawasan dan akuntabilitas, pengambilan keputusan, dan kepatuhan yang lebih baik untuk meminimalisir resiko dan kemungkinan konflik. Untuk itu perusahaan telah dan akan terus melakukan sosialisasi dan pelatihan mengenai etika bisnis atau Good Corporate Governance (GCG) baik secara tatap muka maupun melalui online. Semua pimpinan dan karyawan Perusahaan wajib mengikuti pelatihan mengenai etika bisnis dan melaksanakan pedoman pedoman seperti kode etik dewan komisaris, kode etik direksi, kode etik perusahaan (termasuk mendorong karyawan untuk melakukan laporan pelanggaran / whistle blowing), peraturan perusahaan, kebijakan anti korupsi dan gratifikasi, kebijakan anti monopoli, serta kebijakan yang mendukung usaha berkelanjutan dan ramah lingkungan.


Harus selalu ditanamkan bahwa dengan diimplementasikannya etika bisnis atau GCG yang baik, maka manajemen risiko dapat diatasi, reputasi dapat dijaga, dan pertumbuhan usaha maupun nilai perseroan dapat ditingkatkan. Dengan adanya pertumbuhan dan peningkatan nilai perusahaan, karyawan dapat mengharapkan reward sesuai dengan usahanya yang beretika dan kontribusinya di Perusahaan.


Pimpinan dalam grup Perusahaan juga diharapkan memberikan Exemplary dan menjadi panutan dalam mengikuti pedoman etika bisnis yang baik. Dengan demikian tujuan untuk membudayakan etika bisnis di Perusahaan dapat tercapai dengan lebih personalised dan customised sesuai lingkup bisnis dan tantangan perusahaan. Disamping pelatihan dan suri teladan dari pimpinan, perlu disosialisasikan bahwa setiap pelanggaran etika bisnis atau GCG memiliki konsekuensi sanksi sesuai dengan peraturan dan kebijakan yang berlaku. Pelaksanaan etika bisnis atau tata kelola perusahaan yang baik diawasi dan dipantau oleh direktorat Kepatuhan, divisi Internal Audit, dan divisi Manajemen Risiko.


Semua nilai dan praktek di atas sebenarnya universal dan bisa dianut oleh perusahaan manapun. Namun yang menjadikannya hidup dan dihidupi, adalah ketika semua melakukannya sebagai way of life atau budaya di lingkup pekerjaan, mulai dari tingkat pimpinan sampai karyawan, sebagaimana telah diberikan suri tauladan oleh Bapak Soedarpo.


Dengan dibudayakannya etika bisnis di Samudera Indonesia, dimana para vendor dan mitra bisnis juga harus menandatanganai pakta imtegritas, diharapkan etika bisnis akan meluas dan diikuti oleh para competitor, mitra kerja maupun pihak ketiga lainnya sehingga bisa tumbuh dan membudaya di negara kita tercinta.


Penularan Nilai dan Budaya Kerja – Coaching & Mentorship


Menarik untuk menyimak bagaimana pasangan Bapak dan Ibu Soedarpo yang multi etnik memperkenalkan budaya masing-masing kepada ketiga putrinya: Shanti Lasminingsih, Ratna Djuwita dan Chandraleika. Bukan dengan memaksakan tetapi melalui pembiasaan di keseharian.


Sementara itu Ibu Mien Soedarpo cukup tegas menanamkan pada ketiga putrinya, seperti kedisiplinan sehari-hari, pembiasaan ritual keagamaan, yang diturunkan dari Oma Syarifah. Beliau juga sangat aktif terlibat sebagai ketua atau anggota dalam berbagai organisasi sehingga secara tidak langsung, ketiga putrinya melihat jiwa kepemimpinannya. Beliau selalu bisa menciptakan suasana dan kondisi yang akrab dan nyaman.


Besar dalam keluarga berpendidikan, pengalaman hidup di Amerika dengan pergaulan luas di dalam dan manca negara, wajar apabila ekosistem yang tercipta dalam keluarga pasangan Mien-Soedarpo bersifat moderen, terpelajar, disiplin dan terbuka. Semua itu turun dan tertanam pada ketiga putrinya dengan cara yang sangat wajar.


Mengenai pendidikan, baik ibu Mien maupun bapak Soedarpo, cukup jeli melihat minat dan bakat setiap anaknya. Keduanya melihat bahwa Shanti mempunyai passion di bidang teknik maka mereka mengarahkannya untuk melanjutkan sekolah di Jerman, mengambil jurusan Elektronika. Ini sebetulnya sejalan dengan visi bapak Soedarpo yang sejak masih menjabat sebagai diplomat di Amerika, telah melihat bahwa tekonologi komputer akan memegang peranan penting di masa depan dan harus dibawa ke Indonesia. Shanti meraih titel kesarjanaan Diplom Ingenieur (Dipl.Ing.) dari Institut Teknologi Munich-Jerman, jurusan Elektronika dengan spesialisasi bidang Ilmu Komputer pada tahun 1974. Sepulangnya dari Jerman, Shanti mulai bekerja tahun 1974, di Soedarpo Corporation. Tetapi pendampingan, pengenalan pada bisnis, coaching dan mentoring sudah diterimanya dari ayahnya selama masa kuliahnya.


Dalam perjalanan pekerjaannya, Shanti memastikan dirinya harus mengenal lingkup, medan, peluang bahkan kendala yang ada. Oleh karena itu, dia selalu mengikuti perkembangan terbaru, menambah pengetahuan, memperluas wawasan seputar teknologi, bahkan di luar bidang komputer yang relevan dan terkait demi pengembangan dirinya maupun kemajuan perusahaan. Berbagai kursus dan short programs diambilnya baik didalam mupun di luar negeri untuk kemudian dibagikan dan turunkan kepada rekan sekerja dan karyawan perusahaan. Bapak Soedarpo tidak pernah menghalangi bahkan justru menghimbau dan mendukung setiap pengayaan pengetahuan dan wawasan. Ini tidak saja diberikan pada Shanti tetapi pada siapa saja yang potensial, yang ingin maju dan ikut memajukan perusahaan.


Kesempatan untuk magang (internship) di berbagai perusahaan yang diageni oleh Bapak Soedarpo selalu terbuka. Ini adalah bagian dari keyakinan beliau bahwa untuk menjadi seorang pekerja yang profesional dengan integritas tinggi dalam bekerja, harus diperlengkapi dan difasilitasi. Tentunya semua know-how yang diperoleh, harus dibagikan dan dialihkan kepada rekan sejawat dalam perusahaan. Sampai sekarang budaya berbagi itu terus berlangsung, baik oleh Shanti maupun sampai pada cucu bapak Soedarpo yang sering diminta untuk berbagi pandangan dan pengalaman di forum-forum khusus di luar.


Begitu banyak cara berpikir bisnis dan prinsip kerja bapak Soedarpo yang dipraktekkan Shanti pada dirinya maupun pada rekan sejawat di tempat kerja. Baginya, ayah dan mitra-mitra ayah nya pendiri Samudera Indonesia, Asuransi Bintang dan Bank Niaga adalah pembimbing sekaligus mentor kepada siapa dia bisa bersandar sehingga dia terlatih untuk berpikir cerdas, kritis dan solution-oriented.


Komunikasi sebagai soft skill yang juga penting dalam kehidupan bekerja dan pergaulan Shanti, diperolehnya dari orang tua dan kedua neneknya. Keterbukaan, kemandirian, ketegasan tapi juga keakraban dalam relasi dengan orang lain terasa kental dalam pribadi Shanti. Dalam perjalanan karirnya, Shanti menyadari betapa keterbukaan dalam berkomunikasi dengan rekan sekerja menciptakan bukan saja transparansi tetapi keakraban yang lebih personal. Dialog dengan pimpinan secara kolegial melalui forum rapat atau pendekatan personal dalam one-on-one dialogue menjadi cara Shanti berinteraksi di dunia kerja. Bagi Shanti berdialog dengan karyawan itu menyenangkan. Banyak yang bisa digali mulai dari pandangan mereka tentang perusahaan, ambisi sampai aspirasi mereka. Shanti sampai membuat lembaran kuesioner khusus yang berisi pertanyaan seputar apa yang ingin dicapai karyawan dalam perusahaan ini, kapan dan apa yang dibutuhkan untuk mencapainya, serta apa dampaknya bagi keluarganya. Begitulah Shanti memberi ruang untuk didengar dan mendengar sambil mengajak karyawan berfikir dan terlibat. Dengan demikian terjadi keterbukaan, ketulusan sehingga muncul sense of ownership untuk maju bersama perusahaan.


Suksesi: Profesional yang Berintegritas


Kepada semua putrinya, Bapak Soedarpo tidak pernah menjanjikan individual ownership dalam perusahaan. Ini sejalan dengan falsafah yang diyakininya bahwa kepentingan pribadi harus dipisahkan dengan kepentingan perusahaan yang mempunyai tata kelola dan tata laksananya (clear cut between ownership and management). Kalau pun ada anggota keluarga yang duduk dalam jajaran eksekutif, direksi atau pun komisaris perusahaan, kehadiran sudah melewati proses seleksi kompetensi dan uji kelayakan sebagaimana dilakukan setiap perusahaan profesional dan sejalan dengan tata kelola dan tata laksana perusahaan. Setegas itulah pemisahan antara antara tata kelola perusahaan dan kepemilikan di setiap perusahaan.


Dengan demikian perihal suksesi, dikembalikan pada tata kelola dan tata laksana yang berlaku di perusahaan. Satu hal yang pasti, pemimpin penerus perusahaan harus seorang profesional yang dipersiapkan dan diperlengkapi. Ini penting disampaikan untuk menunjukkan bahwa nilai-nilai Bapak Soedarpo terus dipertahankan, dipegang, dijalankan dan diturunkan sebagai budaya yang dihidupi oleh mereka yang bekerja di dalamnya. Suksesi menyangkut proses yang dilakukan secara transparan, profesional dengan etika dan integritas tinggi.

Sesuai RUPS terakhir tahun 2019 struktur Manajemen Puncak di Samudera Indonesia Tbk., , di Dewan Direksi terdiri dari seorang CEO , Managing Director, CFO dan Compliance Director . Tahun ini sudah bergabung direktur ke-lima, yang menjabat sebagai Human Capital Director. Sedang Dewan Komisaris terdiri dari 3 Komisaris dan 2 Komisaris Independen.


Untuk menutup tulisan ini, Shanti bersyukur dibesarkan oleh orang tua yang visioner dan sangat menyadari pentingnya kemandirian, integritas, pendidikan dan dengan sendirinya, profesionalisme. Mereka adalah pembimbing dan penasehat utama dalam dunia kerja, keluarga maupun pergaulan. Bapak Soedarpo bersama Ibu Mien Soedarpo mendidik ketiga puteri dan cucu dan cicit mereka menghayati makna kepatuhan, dan menghormati ketepatan waktu, setia sebagai pendamping, pembimbing mengajari sekaligus menegur, mengarahkan, kadang membiarkannya berbuat salah, karena dari kesalahan kita belajar dan mendalami asah dan asih, mendukung sekaligus menyemangati dan banyak lagi.


Satu hal lagi yang ingin disampaikan, bahwa mereka yang sempat bekerja cukup dekat dengan Bapak Soedarpo, yang mengalami pendampingan, coaching dan mentorship beliau, niscaya akan tertular etika kerja yang benar serta dorongan untuk menjadi orang yang mandiri, berintegritas dan jujur dimanapun mereka bekerja. Nilai-nilai yang sudah membudaya menyisakan keakraban yang berkepanjangan di antara semua yang masih atau yang pernah bekerja bersama dalam perusahaan.


Tumbuh dalam keluarga yang terbuka, yang menjunjung tinggi pendidikan dan integritas diri tanpa kehilangan rasa nasionalisme adalah anugerah yang luar biasa.


Jakarta, 31 Mei 2020


Sumber:

  • Against The Currents – A Biography of Soedarpo Sastrosatomo – ditulis oleh Rosihan Anwar

  • Reminiscences of The Past part I and II – ditulis oleh Mien Soedarpo

  • Recollection of my Career – Soedarpo Sastrosatomo -reproduced from Recollections: Indonesia Economy 1950s-1990s, edited by Thee Kian Wee, ISEAS, 2003

1 view0 comments

Recent Posts

See All

Commentaires


Daftar dan anda akan update terkait PEBOSS!
  • Grey Google+ Icon
  • Grey Twitter Icon
  • Grey LinkedIn Icon
  • Grey Facebook Icon

© 2023 by Talking Business.  Proudly created with ADVANWix.com

bottom of page