Prof. Bramantyo Djohanputro, M.B.A., Ph.D.
Ijinkan saya mulai dengan pengertian etika bisnis sebagai acuan tulisan ini. Etika bisnis merupakan salah satu bentuk dati etika terapan dari prinsip-prinsip etika dan persoala-persoalan etika di dalam dunia bisnis. Pembatasan dunia bisnis tidak berarti hanya berlaku di institusi bisnis seperri koperasi dan persero, tetapi berlaku juga untuk organisasi lain, termasuk organisasi public seperti lembaga pemerintah.
Dalam praktik, PPM Manajemen berinteraksi dengan berbagai jenis organisasi mitra, yaitu pengguna jasa PPM Manajemen, termasuk BUMN, BUMD, perusahaan swasta nasional, perusahaan swasta asing, pemerintah pusat, pemerintah daerah, lembaga non kementrian. Bahkan koperasi dan UKM. PPM Manajemen berusaha secara konsisten menerapkan prinsip-prinsip etika bisnis dalam beraktifitas dan berinteraksi dengan para mitra tersebut.
Diskusi tentang etika bisnis terus berkembang. Termasuk berbagai aliran atau pendekatan dalam memahami etika bisnis, seperti virtue ethics, consequentialist ethics, dan deontological ethics. Dalam praktiknya, PPM menterjemhkan etika bisnis ke dalam nilai-nilai yang menjadi pegangan. Nilai-nilai tersebut disingkat PLUS, Pelopor, Luhur, Unggul, dan Santun.
Pelopor mengandung makna semangat dan tindakan berinovasi, terutama berbasis riset; memberi nilai tambah bagi pemangku kepentingan, bukan sekedar luaran tetapi hasil dan dampak; dan selalu mengikuti perkembangan zaman. Luhur mencakup akuntabel, yaitu memperhatikan dampak dari keputusan dan perilaku terhadap pemangku kepentingan; menjadi pribadi dan organisasi yang dapat dipercaya - trustworthiness; patuh pada aturan dan hukum; menjaga dan terus membangun reputasi; serta bebas dari kecuranga, zero fraud.
Unggul mengandung makna kemauan dan kemampuan untuk memberi manfaat terbaik kepada mitra, relevan dengan tantangan dan harapan mitra, fokus pada kebutuhan dan tuntutan pelanggan atau mitra; modal insani sebagai kekayaan utama yang terus dikembangkan baik dalam hal pengetahuan keilmuan, pemahaman industry, maupun kompetensi profesi. Santun diejawantahkan dalam bentuk mengharagi setiap orang dan pemangku kepentingan; saling membantu dan mendukung pengembangan individu dan organisasi; menjunjung keberagaman dalam kebersamaan; dan semangat untuk berbagi dan bekerjasama.
Dalam operasionalisasinya, PPM menterjemahkan etika bisnis PLUS tersebut ke dalam dokumen Pedoman Tindak Tanduk, Peraturan Perusahaan, kisah-kisah sukses penerapan atau story telling, dan standar kinerja.
Berdasarkan pengamatan dan refleksi diri, persoalan yang sering dihadapi oleh perusahaan untuk menerapkan etika bisnis adalah kekuatiran kegagalan menjalankan bisnis. Dasar persepsinya adalah, sebagian besar, atau bahkan hampir semua organisasi melanggar etika bisnis. Terutama terkait kecurangan, fraud.
Catatan kami, untuk mengubah kekuatiran menjadi jalan sukses menerapkan etika bisnis ada empat hal. Pertama, mulai dengan komitmen dan mulai melangkah. Insan PPM Manajemen sekarang merupakan generasi penrus dari inisiator, pendiri, dan pendahulu yang sejak awal berdirinya PPM Manajemen memegang komitmen kuat untuk menerapkan etika bisnis. Dan mereka memulai menjalankan berbasis etika bisnis yang kuat, tanpa kompromi.
Kedua, konsistensi. Komitmen tersebut di atas kemudian dirumuskan dalam akronim PLUS, seperti dijelaskan di atas. Sejak awal, pendiri merumuskan Pedoman Tindak Tanduk, dan menjalankan secara konsisten. Tanpa kompromi. Kecurangan, fraud, sekecil apapun berakibat pada pemecatan. Salah satu senior saya pernah bercerita, mengisi daftar hadir, pada waktu itu masih manual, dimintakan tolong kepada teman yang sama-sama sedang antri mengisi daftar hadair. Akibatnya, dipanggil direktur utama. Mendapat teguran, bahwa itu tidakan tidak benar. PPM Manajemen juga tidak mengenal uang suap, under table money, kick back, dan sejenisnya. Kerugiannya adalah keterlambatan penerimaan, yang berarti PPM Manajemen menanggung cost of fund. Tetapi itulah komitmen yang dijalankan. Konsistensi penerapan etika bisnis menjadi perilaku setiap orang; dan perilaku tersebut membentuk budaya organisasi.
Ketiga, etika bisnis menjadi acuan dalam penyusunan kebijakan, strategi, dan program kerja. Di mana peluang berbisnis dengan etika bisnis yang ketat? Poin kritisnya adalah kemampuan melihat peluang dan kekuatan, tidak terpaku pada ancaman dan berbagai kelemahan yang sebagai akibat penerapan etika bisnis yang ketat. Sebagai contoh adalah peluang. Banyak peluang terbuka bagi pemegang etika bisnis. Dasarnya adalah, setiap organisasi, seburuk apapun penerpan etikanya, membutuhkan jasa PPM Manajemen yang netral, professional, bebas kepentingan, dan etis. Mengapa? Karena pimpinan organisasi tersebut memerlukan pendapat dan masukan yang memenuhi kriteria netral, professional, indepden, dan etis.
Wujudnya, PPM Manajemen bersyukur mendapat kepercayaan untuk melakukan asesmen calon pimpinan organisasi bisnis maupun lembaga publik; pendidikan Sekolah Tinggi Manajemen PPM tetap mendapat kepercayaan sebagai tempat kuliah yang membekali mahasiswa untuk menjadi profesional dan bisa menerapkan etika; pelatihan dan pengembangan SDM atau modal insani kami dipercaya mengembangkan kompetensi yang unggul.
Keempat, membangun teman. Etika bisnis di Indonesia akan kuat bila dijalankan oleh sejumlah individu dan organisasi yang cukup untuk mempengaruhi perilaku nasional. Acuan sederhananya adalah 10 – 80 – 10; angka tersebut menggambarkan ada 10 persen organisasi dengan etika bisnis yang kuat, ada 80 persen organisasi pengikut arus, dan 10 persen organisasi dengan etika bisnis yang buruk. Bila ada 10 persen organisasi dengan etika kuat selalu gencar dan konsisten menjalankan dan mempromosikan penerapan etika bisnis, maka paling tidak ada 80 persen organisasi lain akan mengikuti langkah untuk menerapkan etika bisnis dengan baik. Sisanya, yang 10 persen beretika buruk, akan semakin sempit ruang geraknya, yang lambat laun akan ikut terpengaruh untuk menerapkan etika bisnis juga.
Sekalipun belum sempurna, PPM Manajemen berkomitmen untuk masuk ke dalam 10 persen organisasi dengan etika bisnis yang kuat; sedang dalam perjalanan menuju sukses menerapkan etika bisnis. Dan saat ini sedang menjalankan komitmen untuk menambah sahabat masuk ke dalam kelompok 10 persen ini. Salah satunya melalui PEBOSS dan peta jalan yang sedang dilakoni PEBOSS. Rasa optimis perkembangan etika bisnis semakin membuncah dengan semakin kuatnya berbagai organisasi pendukung seperti KPK, Komisi Pemberantasan Korupsi, IGCN, Indonesia Global Compact Network, dan berbagai organisasi lain, yang juga menjadi mitra PPM Manajemen.
Apa manfaat penerapan etika bisnis bagi kami? Pertama-tama adalah sudut pandang moral dan legal - komitmen terhadap integritas dan kepatuhan. Setiap berbicara dengan teman-teman sesama karyawan PPM Manajemen dan bertanya, ”Mengapa bergabung dan betah bekerja di PPM Manajemen?”, jawaban masing-masing dari mereka cenderung seragam dan konsisten, ”Karena saya jatuh cinta pada komitmen untuk memegang integritas”. Kami berterimakasih kepada pada inisiator dan pendiri PPM Manajemen yang telah menancapkan nilai-nilai integritas yang kokoh, yang kemudian menjadi alat seleksi alamiah terhadap para pemangku kepentingan, stakeholders, untuk bergabung dan bermitra dengan PPM Manajemen, baik karyawan, penyelenggara, pengguna jasa, dan pihak lainnya.
Manfaat kedua penerapan etika bisnis adalah adanya pemantik api inovasi dan instrumen seleksi dalam pengembangan kebijakan, identifikasi peluang, pengembangan proposisi nilai, dan faktor-faktor lain dalam merumuskan kebijakan, rencana strategis, rencana operasional, dan program kerja. Seperti disebutkan di atas, 10 persen organisasi sangat cocok menjadi mitra PPM Manajemen, 80 persen lain terbuka menjadi mitra untuk mengembangkan SDM dan organisasi secara etis, dan 10 persen sisanya memiliki keingin-tahuan dan membutuhkan masukan independen terkait konsep dan praktik bisnis beretika. Dari aspek itulah kami setiap tahun bekerja keras untuk mengenali peluang-peluang yang bisa kami eksplorasi dan manfaatkan supaya rencana strategis, rencana operasional – tahunan, dan program-program yang kami susun memenuhi empat aspek rencana dan keputusan yang kuat: FGRC – feasibility (financially), governance, risk, dan compliance.
Manfaat ketiga, terkait dengan FGRC tersebut, otomatis bebagai risiko telah dikelola dengan baik. Risiko-risiko yang langsung diminmalisasi dengan pola di atas termasuk risiko legal, kepatuhan, reputasi, dan sebagian risiko bisnis dan risiko operasional. Ini tidak berarti bahwa PPM Manajemen sudah kebal terhadap risiko. Tetap ada. Misalnya risiko bisnis kami hadapi, seperti terkait pandemi covid-19. PPM Manajemen harus mereview kembali isu-isu yang berkembang karena pandemi, mengenal dampak baik peluang maupun tantangan yang muncul, serta harus mereview dan memperbaiki rencana jangka pendek dan jangka panjang. Dengan penerapan etika bisnis yang kuat, kejadian-kejadian eksternal yang extraordinary dapat disikapi dengan lebih ringan karena berbagai persoalan potensial sudah ditangani sejak dini.
Kinerja organisasi, misalnya dari sisi profit - atau sisa hasil usaha untuk lembaga berbentuk yayasan seperti Yayasan PPM, tidak terganggu oleh penerapan etika bisnis. Kinerja organisasi merupakan akibat dari kemampuan melihat peluang, menyusun rencana dan kebijakan, dan eksekusi yang baik.
Dengan menerapkan etika bisnis secara konsisten di atas, kekuatiran tidak mendapatkan bisnis, kesulitan mendapat karyawan terbaik, kesulitan cash flow, dan hal-hal lain bisa dihindari. Kami barharap, hubungan antara etika bisnis dan kesulitan-kesulitan tersebut tidak lagi hinggap di benak para eksekutif dan pengambil keputusan, tetapi hanya sebuah mitos.
Setelah lebih dari 50 tahun berkiprah, sudah saatnya PPM Manajemen mereview upaya-upaya untuk memasyarakatkan etika bisnis. Tujuannya, etika bisnis diterapkan di sebanyak mungkin organisasi usaha, baik perusahaan, koperasi, maupun usaha berorangan. Juga institusi publik, baik pemerintah pusat, lembaga-lembaga non kememtrian, lembaga tinggi negara, pemerintah daerah sampai desa. Saya masih ingat cerita salah seorang senior kami. PPM Manajemen pernah mengadakan seminar tentang etika bisnis sekitar tigapuluh tahun lalu. Sanat menyedihkan, peminat tidak ada. Yang hadir dapat dihitung dengan jari tangan. Tetapi para senior kami hebat. Mereka tidak menyerah. Terus menerapkan etika bisnis di PPM Manajemen. Juga konsisten mengajarkan etika bisnis di perkuliahan di Sekolah Tinggi Manajemen PPM.
PPM Manajemen kemudian mendirikan PEBOSS, sebagai pusat kajian etika bisnis; sekaligus sebagai inisiator sosialisasi etika bisnis. Harapannya, etika bisnis yang kuat menjadi budaya di seluruh organisasi di Indonesia. Beberapa kajian sudah dilakukan. Dan disosialisakan. Pembuatan buku ini merupakan salah satu bentuk pendokumentasian praktik etika bisnis. Harapannya, isi buku ini juga bisa diinternalisasi oleh seluruh pembaca, menjadi penguat keinginan dan komitmen penerapan etika bisnis. Ceramah, kuliah umum, dan seminar-seminar kecil juga dijalankan secara reguler.
PEBOSS juga sudah menyusun peta jalan atau roadmap kajian, sosialisasi, dan pengembangan berbagai bentuk produk yang bisa dimanfaatkan oleh berbagai organsasi untuk memperkuat etika bisnis di tiap-tiap organisasi. Mudah-mudahan PPM Manajemen bisa segera membantu penguatan etika bisnis semua pihak melalui program pengembagan modal insani, khususnya para eksekutif, berupa penerbitan buku dan majalah, seminar dan pemberian penghargaan bagi pelaku etika bisnis yang kuat; juga pelatihan, sertifikasi, dan coaching; serta melalui program pengembangan organisasi seperti pendampingan dan konsultansi.
Tatanan hukum yang makin kuat dan terus berkembang denan baik. Komitmen untuk menekan bahkan menghapus perilaku fraud juga semakin mewabah. Semakin banyak individu, terutama eksekutif, dan organisasi publik dan korporasi mengedepankan pentingnya penerapan etika bisnis. Juga semakin menguatnya organisasi-organisasi pendukung penerapan etika bisnis, yang kebanyakan merupakan organisasi nir laba dan lintas Negara. Faktor-faktor tersebut menguatkan optimism kami terhadap praktik bisnis yang menjunjung tinggi etika.
Yang perlu segera kita lakukan adalah: melangkah. Memulai. Eksekutif yang telah memiliki komitmen untuk menerapkan etika bisnis perlu melakukan pertemuan pengkayaan pemahaman praktik etika bisnis secara reguler. Juga mulai mengajak eksekutif, angkatan muda, dan pengambil keputusan lain untuk terlibat di acara-acara sosialisasi etika bisnis. Harapannya, para eksekutif dan pengambil keputusan menjadikan etika bisnis sebagai kebutuhan. Dan anak-anak muda yang diharapkan menjadi penerus para eksekutif dan pengambil keputusan bisa menjadi agen perubahan menuju etika bisnis yang kuat. Langkah-langkah ini mengarahkan dunia usaha dan sector publik, serta Indonesia, menuju tatanan dan praktik etika yang sehat dan kuat. PEBOSS mempersiapkan diri untuk memfasilitasi langkah-langkah tersebut. Semoga Tuhan menolong upaya kita semua.
Comments