top of page
Search

Finding Corporate Governance: From Ethical Behavior to Anti-corruption

Writer's picture: PEBOSS PPM - PrisaptaPEBOSS PPM - Prisapta

Updated: Oct 15, 2024


Eva Phasa Purpadita sedang memaparkan hasil penelitian PEBOSS di depan peserta diskusi "Commercial Approach to Anti-Corruption in Indonesia"

Pada hari Rabu, 2 Oktober 2024 di R. Kadarman Gedung B PPM Manajemen, diadakan dialog pemangku kepentingan  dengan tajuk "Commercial Approach to Anti-Corruption in Indonesia" diselenggarakan oleh International Chamber of Commerce (ICC), Indonesia Global Compact Network (IGCN) dan PPM Manajemen. Acara dibuka oleh Bapak Noke Kiroyan selaku ketua ICC Indonesia, Acara ini dihadiri oleh kalangan usaha,  pemerintah, NGO dan akademisi. 


Riset Model Pembudayaan Etikan Organisasi (Model PEBOSS)


PEBOSS mendapat kesempatan untuk menyampaikan hasil  riset PEBOSS  tentang “Corporate Governance: From Ethical Behavior to Anti-Corruption” yang dibawakan oleh Eva Phasa Purpadita selaku koordinator.  Riset ini dilandasi pentingnya implementasi etika oleh individu dan organisasi terutama di era digital dan keterbukaan.   Dan riset ini ingin melihat bagaimana model pembudayaan etika  organisasi di Indonesia. 


Faktor-faktor pembentuk model pembudayaan etika terdiri dari : keyakinan etis,  dukungan organisasi dan kepatuhan terhadap keyakinan etis. Pembentuk faktor keyakinan etis adalah  etika pribadi, etika fungsional dan etika organisasi. Faktor ini melihat kebajikan etika yang merupakan pendekatan ini terhadap karakter yang berdasarkan asumsi moralitas yang didapatkan manusia melalui pengalaman dan praktik.• Dengan mempraktikkan perilakujujur, keberanian untuk melakukan apa baiklah, bersikap adil, ramah, salah satuakan mampu mengembangkannya karakter yang terhormat dan standar moral yang tinggi.  Pemahaman ketakinan etis termasuk mampu menjelaskan, mengidentifikasi dan menyebutkan contoh perilaku etis. 


Selanjutnya faktor pembentuk model yang dalam penelitian ini menjadi moderator adalah dukungan organisasi. Sistem di dalam organisasi berkontribusi dalam menciptakan dan menjaga keselarasan perilaku dalam budaya etis.  Dalam hal ini  termasuk: sistem formal, kebijakan dan prosedur, pengambilan keputusan  yang formal  dan pelatihan / pengarahan , termasuk sistem informal seperti model dan norma tidak tertulis dari perilaku sehari-hari. 


Dari faktor keyakinan etis dengan moderator dukungan organisasi dapat menumbuhkan kepatuhan berperilaku etis. Kepatuhan terhadap prinsip etika tercermin melalui tindakan, tanggapan atau reaksi individu di lingkungannya dan proses pengambilan keputusan. Salah satu tolok ukurnya adalah menunjukkan dan mampu mempraktikkan perilaku etis, mengamalkan, dan menanamkan perilaku etis dalam kehidupan sehari-hari di tempat kerja. Kepatuhan perilaku dipengaruhi oleh faktor individu dan faktor organisasi (Stead et al., 1990; Trevino et al. 2014). Fenomena 'Good Soldier' ​​(sindrom prajurit yang baik) yang berarti pegawai yang taat pada etika dan nilai. 'Prajurit yang baik' ditunjukkan melalui perilaku (Turnipseed, 2002). Ketaatan berperilaku ketika hal itu memberikan manfaat terbesar bagi kebanyakan orang.


Temuan dalam Penelitian


Temuan menarik dari penelitian ini adalah bahwa sebagian besar karyawan menganggap tindakan tidak etis sebagai hal yang tidak dapat diterima, seperti menggunakan sumber daya perusahaan untuk keuntungan pribadi. Hal ini menunjukkan kesadaran umum mengenai praktik etika dan landasan bagi upaya anti korupsi.  


Selanjutnya hal positif berikutnya, sebagian besar responden percaya bahwa moralitas relevan dalam bisnis, dan hal ini merupakan pertanda positif bagi upaya antikorupsi. Hal ini menunjukkan kesediaan untuk mengintegrasikan etika ke dalam praktik bisnis, yang dapat membantu mengurangi perilaku korupsi.


Dalam riset ini juga terungkap bahwa kepemimpinan memainkan peran penting dalam menetapkan standar etika. Keengganan untuk menerima pengeluaran bisnis yang berlebihan dan kekhawatiran mengenai dampak tindakan anti-penipuan yang ketat terhadap retensi staf menggarisbawahi perlunya kepemimpinan seimbang yang mendorong perilaku etis dan kepuasan karyawan. Mengatasi tantangan-tantangan ini dapat memperkuat komitmen organisasi terhadap antikorupsi sekaligus menjaga lingkungan kerja yang positif. 


Manfaat komersial dari temuan dan model pembudayaan etika ini. Perusahaan yang fokus pada etika dan upaya antikorupsi lebih mungkin mencapai keuntungan jangka panjang. Keuntungan jangka pendek dari perilaku tidak etis dapat menyebabkan kerugian finansial jangka panjang, rusaknya reputasi, dan masalah hukum. Dengan demikian budaya etis dapat  menjadi sebagai jalan menuju kesuksesan organisasi. Cara yang dapat ditempuh adalah melalui menanamkan budaya etis dalam organisasi membantu membangun reputasi integritas dan menarik talenta, pelanggan, dan investor, sehingga berkontribusi terhadap pertumbuhan berkelanjutan.


Dapat kita tarik kesimpulan bahwa analisis tersebut sejalan dengan pesan utama bahwa korupsi, bahkan pada tingkat yang kecil, akan memiskinkan semua orang dalam jangka panjang. Baik itu pemberi suap, penerima suap, atau masyarakat umum, konsekuensi korupsi tersebar luas dan merugikan. Sehingga dengan menumbuhkan budaya integritas dan mencegah segala bentuk perilaku tidak etis, organisasi dapat menjadi lebih menguntungkan dan kompetitif. Hal ini memperkuat argumen bahwa tanpa korupsi, semua pihak dapat menang, yang mengarah pada lingkungan bisnis yang lebih berkelanjutan dan etis.


Diskusi Antar Pemangku Kepentingan Tentang Anti-korupsi di Dunia Usaha


Puncak  acara ini adalah diskusi  antar pemangku kepentingan dari latar belakang yang berbeda untuk membahas pendekatan komersial terhadap anti-korupsi di Indonesia.  Diawali dengan paparan pembicara tamu dari Executive Director, ICC Austria, Dr. Maximilian Burger-Scheidlin, yang menggaris bawahi dalam berbisnis perlu menghindari korupsi agar mendapatkan keuntungan yang meningkat dan jangka panjang serta menurunkan risiko dalam berbisnis. 


Panelis diskusi dari kiri ke kanan: Ria Pardede Sidabutar, Massimo Geloso Grosso, Verlyana V. Hitipeuw, Maximilian Burger-Scheidlin dan moderator Natalia Soebagjo.

Diskusi  antar pemangku kepentingan menghadirkan Ibu Ria Pardede Sidabutar dari Koalisi Anti Korupsi Indonesia (KAKI), Mr. Massimo Geloso Grosso dari Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD)-Jakarta Office,  Ibu Verlyana V. Hitipeuw dari Kiroyan Partner / ICC Indonesia dan Mr. Maximilian Burger-Scheidlin dari ICC Austria. 


Dari pengalaman konsultansi oleh Kiroyan Partner  disampaikan pengalaman penanganan klien yang  beberapa menggunakan cara koruptif dalam berbisnis. Namun Ibu Verliana menolak cara-cara demikian dalam berbisnis dan memilih kehilangan klien demi menegakkan etika.


Nada yang serupa juga disampaikan Ibu Ria, beliau mengajak pebisnis untuk senantiasa taat peraturan, Dan dalam implementasinya budaya anti korupsi perlu ditegakkan dari pemerintah lalu  dunia bisnis mengikutinya. Penting untuk membentuk ekosistem anti-korupsi di kalangan bisnis untuk membawa pengaruh baik di lingkungan yang tidak sepenuhnya bersih.


Pembudayaan korupsi merupakan proses pembelajaran yang berkesinambungan.  Dalam penegakan anti korupsi  terdapat cara berupa: pencegahan, deteksi, investigasi, Pelaporan, sanksi, dan proses hukum.

19 views0 comments

Comments


Daftar dan anda akan update terkait PEBOSS!
  • Grey Google+ Icon
  • Grey Twitter Icon
  • Grey LinkedIn Icon
  • Grey Facebook Icon

© 2023 by Talking Business.  Proudly created with ADVANWix.com

bottom of page