top of page
  • Instagram
  • Whatsapp
  • LinkedIn Social Icon
Search

Etika Dibawa Bawah Sadar

Writer's picture: PEBOSS PPM - PrisaptaPEBOSS PPM - Prisapta

Armand Wahyudi Hartono


Ungkapan saya, apa yang ditanam itu yang akan tumbuh. Bukankah manusia 95% “dikendalikan” oleh otak bawah sadarnya? Jadi, apa yang saya dan Anda kerjakan sehari-hari berdasarkan bawah sadar, apa yang keluar itu sudah otomatis karena sudah ditanam atau tertanam bertahun-tahun.


Jika tertanam pikiran yang baik, sudah barang tentu nanti keluar yang baik pula. Dari pikiran lambat laun jadi kata-kata, dari kata-kata lalu menjadi tindakan, sesudah menjadi tindakan diulang-ulang terus-menerus lama-lama menjadi kebiasaan. Itulah yang menjadi karakter kita. Jadi kalau output-nya bagus, dibilang etikanya baik, sebaliknya kalau output-nya jelek, ya etikanya buruk.


Dasar praktik bisnis yang beretika, saya dapat dari pemimpin saya sejak kecil, yaitu orang-orang tua saya, itu karena dicontohkan. Dalam berbisnis, selain mengembangkan usaha juga sekaligus mengembangkan job creation, bagaimana kita menciptakan pekerjaan dan menciptakan lingkungan sekitar yang bermanfaat.


Ingat, apapun yang kita kerjakan itu tidak bisa sendirian, kita bukan apa-apa tanpa lingkungan kita, maka berbuat baik kepada sekitar, kepada sesama, toh juga nanti orang lain balik baik ke diri kita. Ambil contoh berbuat baik dengan tim, dengan nasabah, dengan lingkungan. Urusan etika, biar orang lain yang mendefinisikan, kita lakukan saja yang terbaik, nanti etika bakal ngikut tersurat dan tersirat di dalamnya.


Etika itu bukan semata tulisan, dipajang di dinding, dipigura. Menurut saya itu tidak perlu ditulis, kita lakukan dengan nyata bagaimana kita beretika baik. Paling penting adalah jangan pernah sampai kita melakukan hal-hal yang merusak kepercayaan. Ya, ujung-ujungnya kepercayaan. Bagaimana kita bisa percaya diri, bisa percaya orang lain, dan bisa dipercaya orang lain. Nilai-nilai itu kita tanam di lingkungan. Jadi harus keluar tindakan-tindakan yang membuat kita saling percaya mempercayai di lingkungan.


Mari kita bentuk bawah sadar kita untuk membangun lingkungan yang terpercaya, dengan begitu otomatis usaha bisa berkembang. Bagi saya hukum alam itu bak energi, energi hanya mengalir melalui medium-medium yang lancar bagi mereka. Kalau manusia itu energinya mengalir melalui yang bisa dipercaya. Ketika kita tidak saling percaya, semuanya terhenti, ekonomi berhenti, sejatinya itu yang sekarang sedang terjadi di Dunia.


Membangun kepercayaan dibutuhkan panutan. Kenapa panutan sangat dibutuhkan untuk membangun kepercayaan, budaya, etika, dan lainnya? Ya, sebab kita makhluk sosial, yang melihat apa yang ada di sekeliling, utamanya melihat panutan kita bagaimana. Disitulah peran Leadership begitu penting.


Kita tidak bisa memandang hanya bagi diri sendiri. Etika bisnis harus bagus bagi perusahaan kita saja, itu salah! Perlu diingat, kita adalah bagian kecil dari alam semesta. Kita punya peran di alam semesta untuk membangun energi dan agar energi lain bisa lancar mengalir.


Orang tua saya sebagai pemimpin yang menjadi panutan dalam perbuatannya seraya menyontohkan. Pertama, janji apapun agar selalu ditepati. Kedua, bahwa kita itu bukan apa-apa, dan harus terkoneksi dengan semua. Ketiga, selalu “start with why”, mengapa, mengapa, mengapa, jadi sebelum kita bicara etika itu penting, mari bicara mengapa-nya dulu.


Sebenarnya why-nya itu adalah soal kepercayaan. Kepercayaan adalah kunci untuk manusia agar bisa berkembang bersama-sama. Kenapa kita membuat tata nilai, “integritas”, ya karena itu penting untuk membangun kepercayaan.


Banyak orang bilang, “wah, Pak Armand banyak memengaruhi orang BCA”. Sebetulnya saya juga dipengaruhi. Saya memang memengaruhi, karena posisi saya leader, namun leader itu bukan seseorang yang bisa melihat dan mengerti semuanya, tidak. Justru saya yang dilihat oleh semua orang.


Alhasil, tidak ada yang murni Leader memengaruhi Follower. Semua saling terkait, gotong royong. Secara akal sehat itu lebih efisien dan efektif, kedekatannya jadi lebih terjaga, kepercayaan pun terjalin.


Bicara dalam konteks perusahaan pun seperti itu, bareng-bareng dengan teman-teman semuanya bagi kami lebih alami dalam menjalin hubungan daripada membuat “situasi kantor” yang mengesankan ada leveling-leveling terlalu banyak. Leveling memang dibutuhkan untuk membuat keputusan, namun untuk interaksi sehari-hari kami tidak seperti itu, Direksi dalam keseharian ya tetap teman dalam bekerja.


Manusia dengan IQ berapapun, secerdas apapun, ada kelebihan dan kekurangan masing-masing. Kami percaya “Team Work”. Jadi kami tidak mencari orang yang super hebat di semua lini atau orang yang butuh menonjolkan diri, “seadanya” saja asal bisa dipercaya niscaya kita akan ikuti konsepnya, knowledge-nya.


Lalu bagaimana dengan melengkapi tim, kami meyakini di tim itu kekuatannya saling bersinergi dan balancing. Karena kami meyakini ekosistem, maka dibutuhkan kepercayaan. Etika itu sudah harus menjadi kebiasaan walau tanpa ditulis pun. Banyak etika-etika baik di BCA itu tidak tertulis, dan tidak perlu ditulis, karena sudah menjadi norma.


Di BCA, semua bukan melulu soal kepintaran atau sejenisnya, namun soal habit. Yang ingin kita tanamkan salah satunya termasuk yang otomatis, adalah habit beretika yang baik. Semua itu tentunya selain harus dipercayakan ke teman-teman namun juga harus diverifikasi. Percaya itu bagus, verifikasi tetap diukur. Kalau tidak ada ukurannya maka tidak berjalan. Sebagai contoh yang tertulis di salah satu misi kita, meningkatkan nilai stakeholder, itu ada tolok ukurnya dengan jelas.


Peran pemimpin itu adalah memberi contoh dan harus ada di tengah-tengah tim. Namun bukan untuk memberi contoh kerjaan secara detail, pemimpin pasti kalah sama pelaksana dalam hal kecakapan kerja, sebab mereka lebih mahir di bidangnya dalam keseharian. Namun pemimpin hadir untuk memberi contoh bahwa ia ada di sana untuk membantu timnya.

Balik lagi, apa yang ditanam itulah yang ia tuai. Pernah sekali waktu saya ditanya, “Pak kapan ya waktu yang cocok untuk investasi?” Loh kok kapan, setiap hari kita harus invest, setiap hari kita harus nyimpan, setiap hari kita bangun cadangan, setiap hari kita investasi dengan bentuk yang berbeda-beda. Bukan sesekali saja menyimpan dan sesekali investasi, bukan begitu. Pun menyoal etika. Bukan sekali-sekali kita beretika baik, memangnya setiap hari kita sudah menjadi orang yang baik? kita harus mengejawantahkannya setiap hari, itu yang penting.


Di BCA sendiri, jika ada pelanggaran maka ditindak tegas, tegas dalam artian step by step, dari mulai ditegur, kemudian didampingi untuk diingatkan dengan tidak perlu menginjak-injak martabatnya. dan ketika si salah sudah memperbaiki, kita acungi jempol.


Tidak perlu lagi social bullying, itu termasuk etika buruk. Si salah harus menerima hukuman sesuai hukum negara dan tegas, serta diberi tahu seharusnya bagaimana. Ada kasus, karyawan melakukan kesalahan dan dia sudah meminta maaf dan tetap menjalin hubungan baik, itu juga termasuk etika.


Bahkan dalam menjatuhi hukuman, menghukum dengan keras pun harus dengan niat yang baik. Karena bagaimanapun, bagi pemimpin, bawahan ibarat anak. Pemimpin harus bertindak tegas karena sayang, bukan karena memanjakan apalagi didasari kebencian.


Untuk menanamkan etika bisnis ke kaum muda, intisari programnya sama, namun cara pendekatan komunikasinya harus disesuaikan. Pendekatannya harus “Zaman Now”, manfaatkan teknologi, itu bisa langsung menjangkau ke beberapa ratus orang. Berperanlah seperti mereka, misal bermain media sosial, sekarang zamannya Instagram, kita harus bisa masuk media mereka.


Anak-anak muda ini sejatinya tidak beda dengan kita yang lebih senior. Mereka ingin sesuatu yang lebih baik dari sebelumnya, mereka mau tantangan, mereka butuh pembimbing, mereka butuh “orang tua” yang memang sayang mereka dan membuat mereka jadi lebih baik dalam hal disiplin, mereka dekat dengan teknologi, maka jadikan smart solution jalan budayanya.


Acapkali perusahaan tidak bisa memenuhi keinginan anak muda yang maunya cepat. Mungkin perusahaan tersebut salah mendefinisikan cepat itu apa, bagi saya maksud cepat di sini adalah “ingin setiap hari produktif, bukan setiap hari cepat”. Setiap hari hidup bermakna, tidak hanya anak muda, kita pun dalam kategori senior juga ingin seperti itu, bukan?


Mereka pegawai muda, baru berumur 30-an tahun, bahkan ada yang baru jadi pemimpin untuk pertama kalinya, hal itu yang rentan di semua organisasi. Kita harus ekstra fokus memastikan mereka menjadi rantai yang kencang.


Kalau ditanya, kemungkinan kelemahan dalam organisasi di sebelah mana? Jawabannya di tengah. Biasanya posisi di atas (top management) ini sudah di filter. Tapi yang di tengah-tengah ini masih baru-baru, belum kenal dunia kerja, belum matang. Nah, ini kalau kita kurang gigih, lepas disiplinnya, jadi harus dipastikan rantainya kuat, sebab tidak sedikit organisasi yang rantainya lepas di tengah, alhasil berjalannya tidak lancar.


Indonesia saban tahun saya melihatnya dari waktu ke waktu membaik untuk urusan etika bisnis. Setiap hal ada positif dan negatifnya, seperti situasi Covid ini yang membuat situasi susah untuk bisnis. Namun lihatlah, untuk pengembangan diri ada positifnya, ini bagus. Dalam hal teknologi misalnya, terjadi percepatan penyesuaian penerapan teknologi. Dulu untuk meeting via video saja, susahnya bukan main, utamanya soal kebiasaan. Bukan tidak mungkin selepas Covid bangsa kita bertambah agile.


Bicara BCA, apa yang dilakukannya sebenarnya agar Indonesia menjadi lebih baik. Ujung-ujungnya agar bagaimana Indonesia dapat memengaruhi dunia, namun hal itu masih jauh dari kontrol, dimulai saja dari Negara sendiri, juga yang terpenting dari diri sendiri membawa perubahan bagi dunia.


Kita mampu mengubah tatanan dunia setiap saat dengan mulai mengubah diri sendiri, keluarga sendiri, kita didik anak-anak kita dengan baik itu sudah menanam untuk masa depan. Perbaiki Negara, dengan kita menanam menabur kebaikan dan nilai-nilai baik di kantor kita. Otomatis perusahaan menjadi lebih baik. Keluarga karyawan mempunyai mindset budaya yang baik, kemudian memengaruhi ke komunitas, stakeholder menjadi lebih baik. Lalu kita juga dipengaruhi ketika memengaruhi dengan kebaikan.


Jadi, kembali ke nilai tabur tuai tadi. Tanamlah yang baik-baik, mulai dari diri sendiri di lingkungan kita. Percayalah nanti akan tumbuh menjadi lebih baik. Tidak perlu dipikir hasil baiknya akan kembali ke kita lagi atau ke generasi selanjutnya. Begitulah pentingnya etika.


0 views0 comments

Recent Posts

See All

Kommentare


Daftar dan anda akan update terkait PEBOSS!
  • Grey Google+ Icon
  • Grey Twitter Icon
  • Grey LinkedIn Icon
  • Grey Facebook Icon

© 2023 by Talking Business.  Proudly created with ADVANWix.com

bottom of page