Pada hari Rabu, 25 September 2024 di Prama Sanur Beach Hotel, Denpasar, Bali, Indonesia; diadakan konferensi tingkat regional Asia-Pasifik dengan tajuk "IEEE Technology & Engineering Management Conference - Asia Pacific 2024 (TEMSCON-ASPAC 2024). Tahun ini mengangkat tema “Achieving Competitiveness in The Age of AI”. Pesatnya perkembangan AI telah berdampak pada praktik bisnis dan masyarakat. Acara ini mempertemukan para sarjana dan pakar dari Asia-Pasifik dan sekitarnya. Hal ini mencakup Forum Industri di mana para pemimpin industri berbagi wawasan tentang tren, dampak, peluang, dan tantangan teknologi AI dalam meningkatkan daya saing bisnis global.
PEBOSS bersama Sekolah Tinggi Manajemen PPM mendapat undangan untuk menyampaikan hasil riset PEBOSS tentang “Perceiptios of AI Practices in Organizations and Ethical Principles in AI Development” yang dibawakan oleh Eva Phasa Purpadita. Riset ini dilandasi pentingnya pemahaman AI dari sudut pandang etika oleh individu dan organisasi terutama di masa berkembangnya pemanfaatan AI untuk berbagai aspek kehidupan.
Hal yang ingin digali dari riset ini adalah apa yang dipikirkan oleh para pekerja di Jakarta dengan kehadiran teknologi kecerdasan buatan /AI serta bagaimana persepsi mereka bahwa prinsip etika harus dilibatkan dalam pengembangan sistem AI. Kedua pertanyaan mendasar tersebut penting untuk diketahui jawabannya sebagai dasar pemahaman untuk integrasi AI, tingkat literasi digital dan kerangka kerja etika dalam pengembangan AI di kalangan pekerja.
Sampel yang kami ambil adalah pekerja yang bekerja di Jakarta, dan pada penelitian ini profil 172 responden yang terlibat dalam penelitian adalah sebagai berikut: 62,5% merupakan pria dengan wanita sebanyal 37,3%; sebaran usia modus di usia 31-40 tahun dengan 30,8%; dan di jenjang pendidikan mayoritas bergelar magister dengan 45,3%.
Temuan mendasar terkait situasi penggunaan AI di lingkungan kerja dapat dijelaskan dalam paparan berikut. Sebagian besar reseponden menjawab bahwa AI belum mendukung lingkungan pekerjaan mereka (65,7%) sedangkan lainnya sudah mendukung (34,3%). Hal ini berbeda ketika menjawab dukungan AI terhadap kegiatan sehari-hari, dimana separuh lebih reaponden menyadari (56,2%) dan sisanya merasa belum (43,8%). Jika dirinci dapat ditemukan bahwa sektor keuangan (61,1%) dan teknologi (64,3%) merupakan organisasi yang telah memanfaatkan AI di lingkungan kerja; agak berbeda ketika AI untuk mendukung kegiatan sehari-hari dirasakan oleh pekerja di sektor teknologi (71,4%) diikuti pendidikan (60%), keuangan (44,4%), manufaktur (33,3%) dan pelayanan publik (25%).
Dari tanggapan yang diberikan, ditemukan bahwa responden sangat setuju bahwa AI memiliki keterbatasan dan memerlukan perbaikan terus-menerus. Responden juga sangat setuju bahwa perlu adanya pembatasan terhadap pihak-pihak yang dapat menggunakan AI dan memperoleh data yang dibutuhkan oleh AI. Responden merasa bahwa peran manusia tetap diperlukan untuk mengendalikan dan mengelola AI.
Dari penelitian ini dapat ditemukan hal penting bahwa AI memberikan manfaat untuk lingkungan pekerjaan dan kehidupan pribadi. Namun prinsip-prinsip etika penting dilibatkan ketika AI berdampingan dengan manusia. Sehingga diperlukan prinsip-prinsip etika yang jelas yang akan memberikan dampak posisitif bagi pengalaman pemakai AI. Lebih lanjut sangatlah penting bagi pengambil keputusan untuk memahami prinsip etika, termasuk dalam pengembangan AI untuk berdampingan dengan manusia. Penelitian ini berkontribusi tentang pentingnya mendiskusikan etika terkait kecerdasan buatan, serta mengenali etika sebagai konsep yang kompleks yang perlu melibatkan intervensi manusia.
Penelitian ini memiliki keterbatasan berupa: masih kurangnya keberagaman sampel dengan metode pengumpulan data yang dipakai. Dengan pertimbangan demikian untuk studi di masa mendatang sebaiknya memperbaiki: metode riset, jumlah sampel, variasi responden, dan kejelasa aktifitas yang tergantikan oleh teknologi AI.
Comentarios